Banyumas Extravaganza

Gelaran Budaya Banyumas untuk memperingati HUT Banyumas ke 431.

Kawah Timbang Banjarnegara

Gas beracun Kawah Timbang mengepul mengeluarkan gas beracun.

Batik Maos

Motif alam Batik Maos didominasi nuansa agraris.

Kembang Kamboja

Penjaga makam memanfaatkan waktu luang untuk mencari Kembang Kamboja.

Longsor Brebes

Tim SAR sedang mencari korban yang tertimbun longsor di Desa Plompong Brebes.

Senin, 30 Januari 2012

Sehari Bersama Rustriningsih

Kalau Belum Menang, Saya Belum Boleh Pulang

Kompleks rumah dinas Bupati Kebumen seluas tiga hektare itu tak lama lagi akan berganti penghuni. Rustriningsih, sang bupati yang telah menempati rumah itu sejak delapan tahun silam, "naik pangkat" menjadi orang nomor dua di Jawa Tengah mendampingi Bibit Waluyo sang gubernur. Pasangan ini baru saja menang dalam pemilihan kepala daerah pekan lalu.
Karier Rustri mengkilap sejak bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan setelah menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Perempuan Kebumen kelahiran 3 Juli 1967 itu terpilih dua kali sebagai bupati di daerah kelahirannya yang terdiri atas 460 desa.
Di masa pemerintahannya, Rustri merampungkan beberapa proyek infrastruktur seperti Jembatan Karangbolong, pembangunan jalur selatan-selatan di Kabupaten Cilacap dari Patimuan-Sidareja-Jeruklegi sepanjang 58,95 kilometer dengan lebar 4-5 meter, serta jalur Adipala Cilacap-Bodo sepanjang 28,3 kilometer dengan lebar 5 meter.
Rustri membuka komunikasi langsung dengan penduduk Kebumen melalui sebuah acara di televisi lokal, dan menyampaikan kebijakan-kebijakannya kepada bawahannya hingga di tingkat rukun tetangga melalui surat elektronik. Semua kesibukan ini membuatnya sering kehilangan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama ketiga anaknya.
Apa yang akan dilakukannya setelah menjadi wakil gubernur? Tempo bersamanya seharian, Kamis pekan lalu.

Gerilya Dua Sekawan

Tan Malaka dan Jenderal Soedirman sama-sama menentang diplomasi. Renggang setelah peristiwa Wirogunan.
SLAMET Gandhiwijaya adalah aktivis Murba. Ia tinggal di rumah besar di dekat stasiun Kedungrandu, 10 kilometer dari Purwokerto, Jawa Tengah. Tan Malaka kerap datang sembunyi-sembunyi ke rumah itu. Di sana, dia kemudian bertemu dengan para tokoh Persatuan Perjuangan.
Beberapa kali sepanjang tahun 1946, Tan datang khusus untuk menemui Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat, Jenderal Sudirman. Perintis Gunawan, putra bungsu Slamet—kini 49 tahun—mendapat cerita pertemuan kedua tokoh itu dari ibunya, Martini.

Si Mata Nyalang dari Balai Societet

Tan Malaka membangun Persatuan Perjuangan di Purwokerto. Upaya menyerang politik diplomasi pemerintah.
PURWOKERTO, kota kecil di selatan Jawa Tengah, menyala-nyala. Bintang Merah, bendera Murba, berderet-deret setengah kilometer dari alun-alun kota hingga Societeit, balai pertemuan merangkap gedung bioskop. Tiga ratusan orang memenuhi bangunan itu. Mereka wakil dari 141 organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan laskar.
Nirwan, guru Sekolah Rakyat dan aktivis Murba, mengingat petang itu, 4 Januari 1946, tepat seratus hari pasukan Sekutu mendarat di Jawa. ”Orang berduyun-duyun ke kota ingin menyaksikan tamu yang datang,” ujar pria yang saat itu berusia 16 tersebut.
Rapat politik itu dihadiri antara lain para pemimpin pusat Partai Sosialis, Partai Komunis Indonesia, Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Buruh Indonesia, Hizbullah, Gerakan Pemuda Islam Indonesia, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, dan Persatuan Wanita Indonesia. Rakyat jelata berjejal-jejal. Mereka antusias, karena Panglima Besar Jenderal Soedirman juga di tengah-tengah mereka.

Sabutret Haji Karsono


Sabut kelapa disemprot getah karet jadi kasur dan jok mobil. Pasarnya luas, produksi terbatas.
JANGANKAN ompol anak kecil, ompol orang tuanya pun tidak bakal tersisa. ”Semua bablas wes ewes ewes, keluar langsung ke bawah melalui pori-pori.” Begitulah Haji Karsono mempromosikan dagangannya: kasur dari bahan serat sabut kelapa keriting berkaret alam. ”Tinggal angkat kasur, semprot menggunakan shower, beres,” kata pengusaha asal Cilacap, Jawa Tengah, itu.

Batuan Purba Karangsambung Menuju Kepunahan


KEBUMEN – Tanjakan demi tanjakan satu persatu dilalui. Meski jalannya cukup mulus, kelokan demi kelokan yang di beberapa titik longsor membuat kami harus tetap waspada. Pagi itu, Minggu (8/1) kami berlima mengunjungi Cagar Alam Karangsambung di Kebumen, Jawa Tengah.

Tempo ditemani Dosen Teknik Geologi Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Mochamad Aziz bersama tiga mahasiswanya, Gali Purnama Perikesit, Dwi Indriyati, dan Nuriani Handayani. Perjalanan kami dipandu oleh Defry Hastria, peneliti geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.


Ngintip Burung, Bukan Sekedar Hobi

Ngintip Burung, Bukan Sekedar Hobi
PURWOKERTO – Tikar dadakan dari ponco sudah digelar. Cemilan dan air mineral menyusul kemudian. Tak ketinggalan, teropong sederhana atau biasa disebut binokuler juga dikeluarkan dari tas ransel sedikit lusuh itu.


Minggu, 29 Januari 2012

Ada Roket Nyangkut di Tiang Listrik

PURBALINGGA – Sapto Dwi Cahyono, siswa SMU Muhamadiyah Gombong seakan tak percaya. Susah payah ia membuat roket, ternyata saat diluncurkan roketnya nyangkut di tiang listrik. Padahal, sebelumnya ia yakin betul, roketnya bisa bergerak lurus kedepan.


Jumat, 27 Januari 2012

Bencana Angin Kencang Banyumas

PURWOKERTO – Wajah Denis nampak lesu. Buku ajar mata pelajaran Matematika miliknya basah kuyup tersiram air hujan. Angin kencang disertai hujan lebat yang datang tiba-tiba pada Rabu lalu, membuatnya cukup ketakutan.


Selasa, 24 Januari 2012

Bakteri Pengurai Limbah Ditemukan di Segara Anakan


PURWOKERTO – Dian Lifaniati, 35 tahun, warga Perumahan Bumi Arca Indah Purwokerto, seperti biasanya bangun pagi-pagi. Setelah merapikan tempat tidur, ia pergi ke dapur. Mencuci piring, merendam baju dan setelah itu mandi. Semua kegiatannya itu, menggunakan sabun baik sabun cair maupun  padat.


Berpetualang Menyusuri Curug Sabuk Gunung Slamet


PURWOKERTO – Hempasan angin disertai air embun begitu keras terasa. Tubuh serasa bergoyang kebelakang terbawa hempasan angin. Kurang dari lima menit, baju yang melekat sudah basah kuyup. Wajahpun penuh dengan titik-titik air seperti tetes embun di pagi hari.