PURWOKERTO – Puluhan ribu burung migran mulai terlihat di angkasa Banyumas. Saat ini mereka sedang singgah atau roosting di sekitar daerah aliran sungai Serayu.
“Kedatangan mereka sebenarnya sudah dimulai sejak Oktober lalu, biasanya mereka tinggal hingga Maret,” terang Koordinator Biodiversity Society Banyumas, Timur Sumardiyanto saat melakukan pemantauan burung migran di Bendung Gerak Serayu Banyumas, Jumat (11/11) pagi.
Timur mengatakan, Banyumas menjadi salah satu tempat persinggahan burung migran dari belahan bumi bagian utara. Saat ini, belahan bumi bagian utara sedang memasuki musim dingin sehingga burung bermigrasi ke wilayah bumi bagian selatan termasuk Indonesia.
Migrasi burung tersebut terjadi setiap tahaun. Burung membutuhkan suhu hangat yang bisa ditemukan di daerah tropis. Jenis burung yang bermigrasi meliputi puluhan jenis elang, layang-layang dan burung air. Dari pantauan Tempo, burung tersebut bertengger di dahan pohon pinus dan kabel SUTET.
"Burung tersebut berasal dari sekitar Siberia, Cina dan Jepang. Mereka terbang menempuh ribuan kilometer melalui semenanjung Malaya, melewati Sumatera kemudian melintasi Jawa dan berakhir di kepulauan Nusa Tenggara," kata Timur.
Timur menambahkan, periode kedatangan migrasi burung-burung tersebut dimulai dari Oktober hingga Nopember setiap tahunnya. Setelah istirahat sekitar 3 bulan, mereka akan memulai perjalanan pulang di awal bulan Maret.
Dalam sehari, rata-rata 800 ekor burung Layang-Layang Api dan Layang-Layang Loreng Asia melintas di atas Bendung Gerak Serayu. Burung-burung tersebut menggunakan kawasan hutan di sepanjang DAS Serayu untuk istirahat di malam harinya.
Menurutnya, Sungai Serayu cukup disenangi burung migran karena melimpahnya makanan dan air. Seperti terlihat dari pantauan Tempo, burung-burung tersebut terlihat melayang di atas sawah-sawah petani untuk memakan belalang.
Selain burung pemakan serangga, burung pemakan daging atau raptors juga terlihat di sekitar hutan pinus. Mereka memakan burung-burung kecil yang jumlahnya ribuan itu. Diantaranya, elang alap cina(Accipiter soloensis) dan elang alap shikra(Accipiter badius).
Ia mengatakan, jumlah burung yang terpantau belum banyak, karena awal Oktober hingga saat ini masih merupakan awal periode migrasi. Perlu secara kontinyu dilakukan pengamatan sepanjang periode migrasi untuk mengetahui pola migrasi.
"Migrasi burung sangat penting untuk mengetahui perubahan kondisi lingkungan, terutama terkait geothermal. Penggundulan hutan akan berdampak pada perubahan geothermal, dan burung bermigrasi dapat menjadi indikator perubahan tersebut," kata Wahyudi, peneliti keragaman hayati yang sejak tahun 2000 memantau migrasi burung di kawasan Banyumas.
Wahyudi mengatakan, kegiatan pemantauan burung bermigrasi di Banyumas juga dilakukan diberbagai kota di Indonesia yang menjadi jalur perlintasan, yaitu Aceh dan Medan di Sumatera, Bogor dan Yogyakarta di Jawa, serta Ketapang di Kalimantan. Masing-masing pengamat tergabung dalam jaringan pengamat burung se-Indonesia yaitu Burung Nusantara.
"Kami mencoba mengenalkan tentang migrasi burung kepada masyarakat Banyumas, agar perhatian terhadap lingkungan di Banyumas bisa ditingkatkan. Tidak banyak yang mengetahui bahwa Banyumas kedatangan puluhan tibu tamu dari jauh setiap tahunnya. Hal ini bisa menjadi potensi wisata pendidikan jika dikelola dengan baik," imbuh Wahyudi.
Kedatangan burung migran ternyata tidak begitu disadari oleh masyarakat setempat. Sarmidi, 56 tahun, warga Desa Rawalo Banyumas mengatakan, ia setiap tahun melihat puluhan ribu burung bertengger di kabel dekat rumahnya. “Tiap tahun memang ada, tapi saya tidak tahu kalau itu burung dari luar negeri,” ujarnya polos.
Ia mengatakan, sering melihat elang di atas hutan pinus. Selain itu, burung-burung tersebut tidak mengganggu pertanian karena mereka makan serangga. Sementara kotoran burungnya, kata dia, cukup menyuburkan tanah pertanian.
ARIS ANDRIANTO
Beberapa jenis burung baik burung migran maupun burung lokal:
1. burung madu sriganti(Nectarinia jugularis)
2. burung madu kelapa(Anthreptes malacensis)
3. cinenen kelabu(Orthotomus ruficeps)
4. perenjak jawa(Prinia familiaris)
5. gereja erasia(Passer montanus)
6. bondol jawa(Lonchura leucogastroides)
7. caladi tilik(Picoides moluccensis)
8. merbah cerukcuk(Pycnonotus goiavier)
9. wiwik kelabu(Cacomantis merulinus)
10.cekakak sungai(Todirhamphus chloris)
11.cekakak jawa(Halcyon cyanoventris)
12.kapasan sayap putih(Lalage sueurii)
13.Layang-layang rumah(Delichon dasypus)
14.tekukur biasa(Streptopelia chinensis)
15.cinenen jawa(Orthotomus sepium)
16.cinenen pisang(Orthotomus sutorius)
17.elang alap shikra(Accipiter badius)
18.kareo padi(Amaurornis phoenicurus)
19.raja udang biru(Alcedo coerulescens)
20.layang layang api(Hirundo rustica)
21.layang layang loreng(Hirundo striolata)
22.cerek jawa(Charadrius javanicus)
23.elang hitam(Icnaetus malayensis)
24.elang alap cina(Accipiter soloensis)
25.alap alap sapi(Falco moluccensis)
26.pecuk-ular asia(Anhinga melanogaster)
27.cabai jawa(Dicaeum trochileum)
28.perenjak padi(Prinia inornata)
29.raja udang meninting(Alcedo meninting)
30.trinil pantai(Tringa hypoleucos)
31.perenjak coklat(Prinia polychroa)
32.kekep babi(Artamus leucorhynchus)
33.cucak kutilang(Pycnonotus aurigaster)
34.cabai polos(Dicaeum concolor)
35.sikep madu asia(Pernis ptilorhynchus)
36.bondol haji(Lonchura maja)
37.bondol peking(Lonchura punctulata)
38.Elang Jawa(Spizaetus bartelsi)
39.Elang ular bido(Spilornis cheela)
0 komentar:
Posting Komentar