Purwokerto - Sejumlah komunitas open source di Banyumas membangun sistem operasi dan piranti lunak dengan menggunakan bahasa lokal Banyumasan. Sistem tersebut diharapkan bisa memberdayakan masyarakat pedesaan yang kini mulai bergiat dalam jurnalisme warga. "Saat ini warga yang tidak bisa berbahasa Indonesia sudah bisa membuat berita karena komputer desa sudah menggunakan Bahasa Banyumasan," kata Narwin, Pemimpin Redaksi situs Desa Melung, Kamis (23/8).
Narwin mengatakan, selama ini banyak warga mengaku kesulitan mengoperasikan komputer yang menggunakan Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Namun, dengan komputer yang sudah menggunakan sistem operasi Bahasa Banyumasan, warga tak canggung lagi ikut mengoperasikan portal desa mereka.
Direktur Politeknik Pratama Purwokerto, Djati Kusumo Widjoyo mengatakan, kemunculan BlankOn Banyumas yang mengembangkan sistem operasi Bahasa Banyumasan setidaknya menjawab tiga persoalan penting di Banyumas. "Sistem ini bertujuan untuk mengurangi pembajakan piranti lunak, penghematan belanja, dan kemandirian teknologi," katanya.
Peluncuran sistem operasi BlankOn Banyumas sendiri dilakukan di Pendopo Wakil Bupati Banyumas (17/8) saat peringatan HUT RI ke 67. Acara ini dihadiri oleh beragam kalangan dari budayawan, kepala desa, akademisi, guru, pelajar, blogger, pegiat buruh migran, pers, dan praktisi teknologi informasi.
Djati menambahkan, sebagian besar pengguna komputer di Banyumas menggunakan piranti lunak bajakan/curian. Secara hukum, kata dia, perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Selain itu, pembajakan sendiri bukan karakter warga Banyumas yang menjunjung tinggi watak kesatria.
“Kita mendapat ranking pembajak nomor dua sedunia. Ironisnya, pembajakan software ini dilakukan oleh pemerintah, penegak hukum, akademisi, mahasiswa/pelajar, dan warga. Lama-kelamaan, tindak pencurian dan korupsi dianggap biasa. Apa ini yang dinamakan kota satria? Bahaya kan," kata dia menegaskan.
Menurut dia, sistem operasi itu juga memangkas dana belanja piranti lunak. Bagi Djati, pengguna komputer di Banyumas sudah di atas 20 ribu pengguna. Bila mereka taat hukum maka belanja sistem operasi bisa mencapai Rp 2 miliar. Bila komputer digunakan sekadar keperluan kantoran (mengetik, olah data, dan presentasi) maka ada Rp 4-5 miliar untuk belanja aplikasi office.
Ia menambahkan, bila menggunakan OS BlankOn Banyumas dana itu bisa dialihkan untuk keperluan yang lebih penting seperti pendidikan, pengentasan kemiskinan, dan pemberdayaan masyarakat. Pengalokasian dana untuk keperluan tersebut menjadi ciri kesatria juga.
“Harga sistem operasi propertari sekitar Rp 1 juta, aplikasi office bisa Rp 2-3 juta. Sementara itu, BlankOn Banyumas bisa didapat gratisan, pengguna komputer sekadar mengganti ongkos pemaketan dan pengemasan sekitar Rp 10 ribu. Ini bentuk penghematan anggaran yang luar biasa,” kata dia menambahkan.
Masih menurut Djati, sistem tersebut juga menjadi penanda kemandirian teknologi. Lewat BlankOn Banyumas, warga Banyumas menunjukkan pada khalayak umum bahwa mereka mampu membangun kemandirian teknologi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya desa dan pengguna komputer yang sudah mempergunakan sistem operasi ini. Semangat kemandirian teknologi itu langkah maju bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Banyumas.
“Kemandirian teknologi merupakan cita-cita para pendiri bangsa. Pengembangan BlankOn Banyumas jangan sampai berhenti, mari terus berinovasi,” kata dia berapi-api.
Koordinator Komunitas BlankOn Banyumas, Pri Anton Subardio mengatakan, BlankOn Banyumas merupakan sistem operasiBlankOn dengan dukungan antarmuka (interface) bahasa Banyumas. "Sistem operasi ini telah diterapkan di 23 desa anggota Gerakan Desa Membangun di Kabupaten Banyumas," katanya.
Ia mengatakan, BlankOn Banyumas dikembangkan oleh Komunitas BlankOn Banyumas selama 8 bulan dengan melibatkan ratusan sukarelawan, mulai dari praktisi teknologi informasi, mahasiswa, pelajar, blogger, dan warga desa.
Menurut dia, bagi GDM dan Komunitas BlankOn Banyumas, peluncuran BlankOn Banyumas menjadi bukti masyarakat Banyumas mampu memutus ketergantungan pada sistem operasi impor berbayar untuk dukungan kerja komputer. Pada akhir 2011, mereka sepakat untuk bergotong-royong mengembangkan sistem operasi secara mandiri. Untuk memangkas kesenjangan teknologi di masyarakat akar rumput maka BlankOn Banyumas menggunakan bahasa antarmuka dalam Bahasa Banyumas.
Peluncuran BlankOn Banyumas dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Masih menurut Pri Anton, BlankOn Banyumas diluncurkan menandai kemerdekaan warga Banyumas dalam urusan teknologi piranti lunak setelah sebelumnya tergantung pada produk piranti lunak impor berbayar (propertary).
Ia menambahkan, bagi yang ingin mencicipi racikan sistem operasi BlankOn Banyumas tinggal mengunduh di portal resmiBlankOn Banyumas.
Pri Anton yakin keberadaan BlankOn Banyumas akan disambut antusias oleh masyarakat Banyumas karena selama ini piranti lunak itu sudah digunakan oleh 28 desa yang tergabung dalam Gerakan Desa Membangun (GDM) wilayah Banyumas.
Aris Andrianto
0 komentar:
Posting Komentar