PURWOKERTO – Balai Konservasi Sumber Daya Alam,
Suaka Elang, Biodiversity Commuinity Banyumas dan masyarakat Desa Melung
Banyumas, akan melepasliarkan seekor elang jawa (Nisaetus bartelsi) di lereng
Gunung Slamet. Elang tersebut merupakan hasil sitaan Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat yang selama empat tahun sebelumnya sudah menjalani
rehabilitasi. “Ini merupakan pelepasliaran yang ke delapan sejak 2007 dan
pertama kali di Jawa Tengah,” kata Pengelola Suaka Elang, Yandri Kurniawan,
Kamis (8/11).
Yandri mengatakan, sebelum menjalani rehabilitasi di
Suaka Elang, elang Jawa ini sempat ditempatkan di Pusat Penyelamatan Satwa
(PPS) Gadog, Bogor, Jabar, sekitar dua tahun. Saat ini, usia elang diperkirakan
mencapai empat hingga lima tahun.
Ia menyebutkan, tidak ada batasan waktu kapan elang
dapat dilepaskan, dia mengatakan, Suaka Elang memiliki ukuran sampai sejauh
mana elang tersebut sudah dalam kondisi siap dilepasliarkan kembali. "Artinya, kalaupun elang merupakan
serahan masyarakat atau sitaan dan sebagainya, setelah dinilai sekiranya elang
itu bisa di-'release', akan secepatnya di-'release'. Akan tetapi kalau masih
perlu direhabilitasi atau belum siap diliarkan kembali, kita akan memroses itu
agar elang kembali liar," katanya.
Menurut dia, elang akan semakin lama menjalani
rehabilitasi jika sudah dipelihara sejak kecil. Mengembalikan naluri liar elang
menurut Yandri membutuhkan waktu yang sangat lama. “Dibandingkan menangkapnya,
melepas kembali justeru lebih sulit,” katanya.
Ia menyebutkan, saat ini elang jawa merupakan satwa
yang masuk kategori terancam punah. Di Gunung Salak saja, kata dia, saat ini
tercatat hanya ada 40 pasang.
Menurutnya, jenis kelamin elang Jawa yang akan
dilepasliarkan belum bisa dipastikan. "Kita
juga masih menunggu informasi dari pihak-pihak yang memiliki teknologi, karena
secara langsung elang memang tidak bisa disamakan dengan satwa lain seperti
burung atau ayam yang terlihat jenis-jenis perbedaannya," kata dia
menjelaskan.
Menurut dia,
hal ini disebabkan elang secara fisik relatif sama sehingga baru bisa
ditentukan menjadi satu pasangan jika telah berada dalam satu sarang. Ia mengatakan, pihaknya saat ini sedang
mengamati beberapa sarang di kawasan Gunung Salak yang telah ada pasangan elang
dan anaknya. "Namun secara langsung, kami belum bisa menentukan yang mana
jantan dan betinanya meskipun telah ada anak-anaknya. Hanya saja, asumsi kami
bahwa yang betina ukurannya relatif lebih besar. Kami berharap suatu saat ada
teknologi yang bisa menentukan kelamin elang," katanya.
Endi Suryo,
Polisi Hutan BKSDA Jawa Tengah wilayah Cilacap mengatakan, di Jawa Tengah
persebaran elang jawa hanya tinggal di Gunung Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng,
serta hutan di Pemalang. “Kami akan mulai mendata kembali berapa populasinya,”
kata dia.
Ia menyebutkan, elang jawa merupakan satwa yang
terancam punah dan masuk kategori dilindungi. “Siapapun tidak boleh
memeliharanya,” kata dia menegaskan.
Koordinator Biodiversity Comuunity Banyumas, Timur
Sumardiyanto mengatakan, selain elang jawa, spesies raptor banyak terdapat di
Gunung Slamet. “Ada elang hitam, bido, ular dan raptor migrant lainnya terlihat
di gunung slamet,” katanya.
Menurut dia, elang Jawa yang hampir punah ini
merupakan endemik Pulau Jawa. Keberadaanya terus berkurang karena perburuan
liar dan semakin sempitnya habitat burung ini.
Kepala Desa Melung Budi Satrio mengatakan, pelepasliaran
ini merupakan bentuk kepedulian masyarakat Melung terhadap konservasi satwa
terutama elang jawa. “Kami akan membuat perdes yang melarang perburuan elang
jawa dan satwa lainnya,” kata dia.
Menurut dia, pemerintah seharusnya memikirkan
kembali rencana pembangunan pembangkit listrik panas bumi yang dinilai bisa
memfragmentasi habitat elang jawa. “Kami tidak menolak, tapi nanti bagaimana
dengan habitat elang jawa,” katanya.
0 komentar:
Posting Komentar