Senin, 05 November 2012

Candi Bima bukan Menara Pisa



DIENG – Batu berukuran jumbo terlihat rapi berjejer. Tanda aneh mirip huruf hieroglif tertatah rapi di batuan itu. Batuan yang merupakan penyusun Candi Bima itu, sedang dibongkar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. “Tanda itu untuk memudahkan arkeolog menyusun kembali bangunan candi,” kata Subagyo, salah satu staf BP3 yang mengantar Tempo melihat proses pemugaran Candi Bima, Kamis (1/10).

Ia mengatakan, candi itu sudah sejak pertengahan September mengalami pemugaran. Setiap harinya, sekitar tujuh orang pekerja didampingi arkeolog membongkar candi bagian per bagian.

Candi Bima terletak paling selatan di kompleks Percandian Dieng. Pintu masuk berada di sisi timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-candi lain, baik di Dieng maupun di Indonesia pada umumnya, karena kemiripan arsitekturnya dengan beberapa candi di India. Pada bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut dengan kudu.

Candi ini sekarang berada dalam kondisi buruk, antara lain karena beberapa kali kasus pencurian arca kudu tersebut. Selain itu, candi mengalami kerusakan  akibat solfatara dari Kawah Sikidang.

Letak candi Bima tak jauh dari kompleks candi Arjuna. Candi Arjuna merupakan kompleks candi Hindu peninggalan dari abad ke-8 yang terletak di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Candi ini, dibangun pada tahun 809 masehi. Candi Arjuna merupakan salah satu dari delapan kompleks candi yang ada di Dieng. Ketujuh candi lainnya adalah Semar, Gatotkaca, Puntadewa, Srikandi, Sembadra, Bima dan Dwarawati.

Di kompleks candi ini terdapat 19 candi namun hanya 8 yang masih berdiri. Bangunan-bangunan candi ini saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Bebatuan Andesit tua yang membentuk Candi ada yang telah rontok, sementara di beberapa bagian bangunan ini terlihat retakan yang memanjang selebar 5 cm. Selain itu, bangunan ini sudah mulai miring ke arah barat. Fondasi timurnya telah ambles sekitar 15 hingga 20 cm.

Ketua Pamswakarsa Dieng, Irham Safaat mengatakan, Candi Bima sudah terlihat miring. “Kemiringan bahkan sudah mencapai 15 centimeter karena bagian bawah candi mengalami ambles,” katanya.

Ia mengatakan, lingkungan sekitar candi juga tidak mendukung pemeliharaan. Lahannya sudah lama digarap penduduk untuk lahan pertanian tanaman kentang, sayur-mayur, dan bunga-bungaan.

Namun, kata dia, mulai tahun 2010 kompleks Candi Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Kelompok Sadar Wisata, wisata ini berupa kegiatan acara budaya tahunan yang telah dikenal dengan nama DCF (Dieng Culture Festival).

Irham menambahkan, pemuda Dieng kini mulai sadar dengan pelestarian benda purbakala. Ia mengatakan, banyak petani kentang seringkali menemukan benda purbakala berupa bagian candi yang tertanam di lahan kentang. Bahkan sesekali, di kedalaman satu meter, cangkul petani seringkali membentur bebatuan pembentuk candi ataupun arca.

Ia mencontohkan, sepekan lalu, ada petani kentang di Karangtengah yang menemukan dua arca ular tertanam di lahan kentang. Arca itu sudah diserahkan ke BP3 untuk disimpan dalam museum.

Gutomo Kepala Bidang Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah mengatakan, Candi Bima dipugar karena ada rongga sedalam dua meter di bawah candi. “Rongga ini membahayakan struktur candi,” kata dia.

Ia mengatakan, candi tersebut tidak akan dipindah. Hanya saja, bagian bawah candi akan diperkuat agar candi tidak terbawa longsor.

Staf Publikasi BP3 Jawa Tengah, Putu Dananjaya mengatakan, saat melakukan pembongkaran tim mengalami kesulitan terutama terkait cuaca yang mudah berubah. “Seperti jika tiba-tiba sering turun hujan, angin, atau kabut. Itu cukup menghambat pekerjaan,” katanya.

Ia menambahkan, untuk melakukan pemugaran ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahap pertama yakni studi kelayakan. Pada tahap ini, nantinya akan terjawab apakah suatu candi layak dipugar atau tidak.

Menurut dia, candi dikatakan bisa dipugar jika batu asli tidak kurang dari 70 persen. Setelah hasil studi menyatakan layak kemudian candi mulai dipugar. Sebelum memugar, kata dia, candi harus dibongkar total.

Selain mencari data arkeologi, pembongkaran ini dimaksudkan untuk memperkuat struktur tanah, pondasi dan struktur bangunan. “Ada beberapa metode perkuatan yang kita terapkan, seperti pengerasan tanah dibawah candi dan pemberian lantai kerja (beton dibawah pondasi candi dan pemberian angkur (kaitan) diantara batu batu candi,” katanya.

Selama kegiatan  pembongkaran juga dilakukan kegiatan pengukuran. Hal ini untuk membuat beberapa titik yang menandakan letak asli candi. Seluruh struktur eksisting juga digambar sebagai referensi rekontruksi. Setelah seluruh batu dibongkar dilakukan kegiatan konservasi batu atau  perbaikan pada batu yang patah, retak, dan sebab lainnya.

Batu-batu ini juga dilakukan pembersihan dari lumut dan kotoran lainnya. Tahap selanjutnya adalah rebuilding ato pemasangan kembali, batu-batu yang telah dikonservasi dikembalikan atau dipasang kembali. “Tahap terakhir yakni finishing dan penataan lingkungan,” katanya.

Masih menurut Dananjaya, Candi Bima terkait dengan candi-candi Dieng disekitarnya. Candi ini dibangun pada abad ke-8. Candi-candi Dieng ini termasuk candi tertua di Jawa Tengah. Salah satu keunikan candi ini terletak pada atap yang bertingkat yang masih menunjukkan pengaruh India yang kental. Selain candi Bima, candi Arjuna dan semar juga masih terpengaruh arsitektur India. Sedang candi-candi yang lain, kata dia, Srikandi, Punta dewa, Dwarawati, telah menunjukkan pengaruh lokal ditandai adanya relung-relung  dan menara atap.

Ia mengatakan, komplek candi- candi di Dieng dibangun di atas kawah mati yang dulunya terisi air. Ada pendapat bahwa pendirian candi dilakukan dengan proses pengeringan terlebih dahulu. Khusus untuk candi Bima, kata dia, candi ini  dibangun pada bukit yang dipotong. Lokasi candi berada di cekungan lahan. Tanah dibawah candi dibentuk dari batuan piroklastik. Batuan ini tidak meloloskan air. Hujan yang terus menerus menjadikan lapisan tanah ini jenuh dengan air dan berat. Beban candi dan batuan piroklastik ini mendesak lapisan tanha dibawahnya. “Hal ini yang menyebabkan candi ini ambles,” katanya.

Ia menambahkan, meski mengalami longsor, pemindahan lokasi candi merupakan opsi terburuk jika tidak ada solusi tentang lahan. Menurut dia, pemindahan candi akan mengorbankan nilai arkeologis. “Khusus candi Bima ada solusi dengan pembuatan drainase,” kata dia menambahkan.

0 komentar:

Posting Komentar