Selasa, 07 Agustus 2012

“Kami Khawatir Gunung Slamet Akan Gundul”



PURWOKERTO – Tepat pukul 01.00 dini hari, rombongan kecil itu mulai bergerak. Membawa alat seadanya, rombongan mulai mendaki memasuki hutan lindung lereng Gunung Slamet. Bagi mereka, menembus hutan dalam malam pekat, sudah sangat biasa.

“Kami sudah sangat hapal hutan daerah sini,” kata seorang warga di pinggir alas Gunung Slamet, yang namanya tak mau dikorankan ini, Senin (16/7).

Sudah seminggu ini, kata dia, warga di daerah itu mendengar ada kabar penebangan hutan di lereng Gunung Slamet untuk keperluan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Geotermal. Untuk membuktikannya, warga membentuk tim kecil untuk menginvestigasinya. Maklum, Gunung Slamet bagi mereka mempunyai peranan yang sangat penting. Selain sebagai daerah tangkapan air, hutan rimba yang masih perawan itu juga menjadi tempat mencari nafkah hasil hutan non kayu.

Dari hasil pengecekan di lapangan, kata sumber tersebut, ia menemukan puluhan orang sedang membuat jalan menembus hutan lindung. Selain itu, mereka juga menemukan sejumlah pohon ditebang untuk keperluan kayu bakar saat mereka berada di hutan itu."Kami Khawatir Gunung Slamet Akan Gundul," katanya.

Dhani Armanto, aktivis Komunitas Peduli Gunung Slamet mengatakan, saat ini ada sekitar 70 orang yang sedang melakukan ilegal loging secara masif di hutan lindung Gunung Slamet. “Kami menduga mereka ini merupakan pekerja dari PT. SAE yang akan membangun pembangkit geothermal di Gunung Slamet,” kata Dhani.

Ia menilai, apa yang dilakukan pekerja itu adalah untuk membuka kawasan hutan yang akan digunakan sebagai tempat mess pekerja dan lokasi pengeboran. Selain membuka kawasan hutan, pekerja yang jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah menjadi 300 orang ini, juga membangun mess untuk tempat tinggal sementara para pekerja.

Dari pantauannya, aktifitasitu sudah dilakukan selama tiga bulan terakhir. Ia menyebutkan wilayah yang dibuka dengan luas 10 x 10 meter hingga satu hektare di ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut.

Ia menyesalkan adanya aktifitas itu. Menurut dia, ijin dari Kementerian Kehutanan belum turun sehingga aktifias pembukaan lahan belum diperbolehkan.

Pembukaan hutan itu, kata dia, dimulai dari kawasan perkebunan teh Kaligua hingga lereng selatan jalur pendakian Gunung Slamet. Pekerja menggunakan gergaji mesin dan kapak untuk membuka kawasan hutan itu. “Masyarakat khawatir pembukaan lahan akan memicu banjir di kawasan bawah dan mengilangkan mata air panas yang menjadi andalan wisata Baturraden,” katanya.

Anggota Dewan Kehutanan Nasional, Sungging Septifianto mengatakan, sebelum ada ijin dari Menteri Kehutanan, kegiatan pembukaan lahan tidak diperbolehkan. “Baik eksplorasi apalagi eksploitasi, seharuisnya ada ijin dari Menteri,” katanya.

Ia menambahkan, meskipun pembangunan pembangkit tersebut sudah mendapat ijin melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah, tapi ijin harus tetap melalui Menteri Kehutanan. Ia sendiri mengaku belum mendapat tembusan keluarnya ijin dari Menteri Kehutanan. Ia berharap, pemerintah dan PT. SAE melakukan sosialisasi terlebih dahulu dengan masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Banyumas, Anton Adi Wahyono membantah sudah ada kegiatan yang dilakukan oleh PT. SAE. “Saat ini baru pekerjaan pemetaan topografi,” katanya.

Ia menambahkan, apa yang ditebang oleh pekerja merupakan tanaman perdu dan bukan pohon besar. Menurut dia, sebelum ada ijin dari Menteri Kehutanan, maka investor tak boleh melakukan kegiatan pembukaan lahan hutan lindung.

Masih menurut Anton, rencananya proyek dengan nilai investasi sekitar Rp 7 triliun ini bisa menghasilkan listrik pada 2014, namun harus mundur hingga tahun 2017 karena ijin belum keluar. Menurut dia ada lima tahapan agar ijin bisa keluar dari kementerian.

Anton mengatakan, pada 12 April 2011 ijin ekplorasi sudah tahun. Sejak ijin dikeluarkan, diperkirakan butuh waktu 2 tahun 4 bulan untuk bisa eksploitasi. Namun, karena terganjal ijin, eksploitasi baru bisa setelah 3 tahun 8 bulan sejak keluarnya ijin eksplorasi.

Selain masalah ijin, investor yang akan mengembangkan proyek tersbeut, PT. Sejahtera Alam Energy, juga diharuskan mengganti lahan hutan lindung yang dijadikan tempat eksploitasi. Proyek tersebut diperkirakan memerlukan lahan seluas 50 hektare yang berad adi hutan lindung lereng Gunung Slamet. PT. SAE harus mengganti lahan tersebut dengan luas dua kali lipatnya atau setara dengan 100 hektare.

Ia menyebutkan, di wilayah Banyumas ada dua titik yang akan dieksploitasi dan dua titik lagi masuk wilayah Kabupaten Brebes. Dua titik di Banyumas masing-masing menghasilkan listrik sebesar 110 megawatt.

Menurutnya, investasi proyek tersebut menghabiskan dana sekitar Rp 7 triliun. Satu megawatt membutuhkan US $ 3-5 juta. Sementara listrik akan dijual ke PLN untuk pasokan jaringan Jawa-Bali dengan harga US $ 9,47 sen per kwh.

Masih menurut Anton, berdasarkan Peraturan Presiden No 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah, proyek Baturraden termasuk dalam percepatan 10 ribu megawatt tahap dua. “Kami berharap ijin eksploitasinya segera turun karena ini pembangkit ramah lingkungan,” imbuhnya.

Ia menambahkan, PT. SAE mempunyai kontrak hingga 35 tahun untuk mengeksplorasi hingga mengeksploitasi wilayah yang memiliki panas bumi di Gunung Slamet. Di Gunung Slamet sendiri saat ini tercatat potensi cadangan terduga panas bumi mencapai 175 megawatt.

General Maneger PT. SAE, Petto Rashito saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya bisa menerima keputusan Kementerian Kehutanan terkait belum keluarnya ijin eksploitasi proyek itu. “Kami bisa menerima, tapi jangan mundur-mundur terus. Karen semakin lama ijinnya keluar, maka biaya investasi semakin membengkak,” katanya.

Ia sendiri mengaku saat ini sedang melakukan pekerjaan lain sembari menunggu ijin keluar. Selain membuat desain teknis, mereka saat ini juga sedang membuat desain teknis pengeboran. Hal itu dilakukan agar ijin keluar, mereka bisa langsung segera melakukan eksploitasi.

Ia menjamin, proyek tersebut tidak akan berbahaya meskipun pengeboran dilakukan di Gunung Slamet yang masih aktif. “Tidak ada bedanya mengebor di gunung aktif atau sudah mati,” imbuhnya.

Dosen Program Studi Teknik Elektro Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Suroso mengtakan, pemerintah harus mendukung proyek Geotermal di Baturraden. “Indonesia mempunyai potensi listrik geothermal terbesar di dunia sebasar 30 gigawatt atau 40 persen dari total di dunia,” katanya.

Dari jumlah itu, kata dia, baru 1.189 megawatt yang sudah dimanfaatkan. Saat ini pembangkit di Indonesia masih didominasi oleh energy dari fosil yang menghasilkan karbon tingkat tinggi.

Ia menyebutkan, pembangkit di Indonesia tingkat ketergantungan terhadap energy fosil masih tinggi yakni batu bara sekitar 26 persen dan minyak bumi sebesar 47 persen. “Dengan energy geothermal, negara bisa menghemat Rp 1,1 triliun setiap tahunnya,” imbuhnya.

Menurut dokumen yang salinannya diperoleh Tempo, PT. Sejahtera Alam Energi, dimiliki oleh  Adaro Energy melalui anak usahanya yang bernama PT Adaro Power. Setelah dibeli dari PT Trinergy pada Selasa 20 Desember 2011. Dari penelusuran, selain di baturaden PT Trinergy berencana  membangun PLTB di Tangkuban Perahu II di Ciater Jawa Barat Sementara Adaro Power didirkan pada 17 Desember 2010 oleh Adaro Energy dan anak usahanya yang lain yang bernama PT Alam Tri Abadi.Laporan keuangan Adaro Energy pada akhir kuartal III/2011 menunjukkan sebanyak 50 persen saham Adaro Power dimiliki perusahaan dan Alam Tri Abadi. Setoran modal masing-masing pemegang saham Adaro Power sebesar Rp30 juta, yang saat itu diklaim setara dengan US$3.000. 

Salah satu pemilik saham PT. Adaro Energy yakni Sandiaga Uno yang menurut Forbes duduk di posisi 37 orang terkaya Indonesia. Ia memiliki 633.338.202 lembar saham  atau setara dengan 1,98 persen di perusahaan itu.

Sementara itu, berdasarkan data Kesatuan pemangku Hutan Banyumas Timur, Gunung Slamet mempunyai ketinggian 3.428 meter di atas permukaan laut, mempunyai sisa hutan seluas 52.617 hektare dengan sepertiganya 20 ribu hektare berupa hutan lindung. Tutupan vegetasi ini merupakan yang terluas di Jawa Tengah dari total sisa hutan seluas 649 ribu hektare atau 19,93 persen dari luas daratan Provinsi Jawa Tengah.

Kekayaan hayati di kawasan Gunung Slamet sangat tinggi. Di kawasan itu masih ada flora khas yang tak ditemukan di kawasan lain (endemik), seperti Anggrek Pertama (Macodes petola), Kantong Semar (Nephenthes andrianii), Palem Jawa (Ceratolobus glaucescens), dan Pinang Jawa (Pinanga javana). Ada pula fauna yang terancam punah yakni Macan Tutul (Panthera panlus), Suruli Jawa (Presbytis comata), Owa Jawa (Hylobates molochi), Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Kidang (Muntiacus muntjak).

0 komentar:

Posting Komentar