Selasa, 07 Agustus 2012

Suhu Dieng Tembus Minus Lima Derajat Celcius



DIENG – Adzan Shubuh baru saja terdengar. Usai makan sahur, Kabul Suwoto bergegas mengambil air wudlu. Nyess…air di kamar mandinya terasa cukup dingin, berbeda dari hari-hari sebelumnya. Sebelum menuju ruang khusus untuk ibadah sholat, ia menyempatkan diri melihat thermometer ruang yang tergantung di dekat pintu masuk rumanya. “Suhunya mencapai minus lima derajat, ini yang paling rendah dibanding dua hari kemarin,” kata Sekretaris Kelompok Tani Kentang Perkasa Dieng Kulon Kecamatan batur, Banjarnegara, Kabul Suwoto, Selasa (31/7).

Kabul mengatakan, suhu ekstrim sudah terjadi selama dua hari terakhir ini. Apalagi saat mendekati bulan purnama, suhu akan terus bertambah ekstrim. Ia menyebutkan, suhu akan mencapai titik terendah sejak pukul 02.00-06.00 pagi.

Bagi petani kentang, kata Kabul, penggunaan termometer sangat penting untuk mengetahui suhu. Data suhu tersebut digunakan sebagai bahan penanganan tanaman kentang yang dimilikinya. Petani akan langsung membuat pelindung dari plastik tembus cahaya agar tanaman kentang tidak mati. Selain itu, thermometer juga digunakan untuk mengetahui suhu dalam ruangan yang digunakan untuk menyimpan bibit kentang.

Menurut dia, jika dipaksakan keluar rumah akan terasa sakit kepala. Apalagi saat harus mengambil air wudlu ketika hendak shalat subuh, dingin akan sangat terasa.

Akibat suhu ekstrim itu, lahan pertanian kentang menjadi seperti hamparan salju yang memutih. Penduduk setempat menyebutnya embun upas, atau embun yang membeku. Saat ini, kata Kabul, sedikitnya 50 hektare tanaman kentang sudah mati akibat serangan embun upas itu.

Akibat dinginnya suhu, kata dia, petani pun harus berangkat ke ladang saat matahari sudah tinggi. Mereka menunggu pipa paralon untuk menyemprot air tidak terlalu beku. Jika dipaksakan, paralon yang terdapat air di dalamnya membeku itu, bisa pecah.

Ketua Masyarakat Pariwisata Dieng, Alif Rahman mengatakan, hamparan salju di Dieng justru menjadi daya tarik untuk wisatawan. “Terutama wisatawan lokal yang belum pernah melihat salju,” katanya.

Ia mengatakan, suhu di Dieng bisa menjadi sangat ekstrim. Pada siang hari, suhunya bisa mencapai 22-24  derajat celcius. Namun memasuki dini hari, suhu akan terus turun hingga titik terendah mencapai minus dua derajat bahkan bisa mencapai minus lima derajat.

Khusus untuk mengukur suhu ini, Dinas Pariwisata setempat menugaskan petugas khusus untuk mencatat perubahan suhu dari waktu ke waktu. Informasi inilah yang akan diberitahu kepada wisatawan yang ingin mengetahui berapa derajat suhu diDieng.

Ia memastikan, petugas pengukuran suhu selalu menggunakan thermometer untuk mengukur suhu. Pengukuran dilakukan secara berkala mulai dari pagi, siang, malam dan dini hari.

Masih menurut Alif, hamparan salju hanya terjadi di wilayah Desa Dieng Kulon. Desa ini merupakan lembah yang dikelilingi pegunungan bekas Gunung Dieng purba. Hamparan salju paling mencolok terlihat di sekitar Kawasan Gunung Arjuna. “Pemandangan inilah yang paling dinantikan oleh wisatawan lokal, saat candi-candi dikelilingi salju yang sebenarnya embun yang membeku,” katanya.

Kepala Desa Dieng Kulon, Slamet Budiyono mengatakan, dinginnya suhu di Dieng, bahkan mampu membekukan air di dalam ember yang diletakan di luar rumah. Embun upas ini, kata dia, biasanya terjadi pada saat puncak musim kemarau. “Biasanya bulan Juli hingga awal September,” katanya.

Tanda-tanda akan datangnya embun upas sebenarnya sudah diketahui petani Dieng. Saat embun upas datang, siang hari akan sangat terik dan malam hari akan sangat dingin. Saat itulah, embun yang berada di ujung daun akan membeku dan berubah menjadi butiran es.

Masih menurut Slamet, petani hingga saat ini tak mempunyai metode yang pas untuk mengantisipasi dampak embun upas. Petani hanya bisa menambah pelindung tanaman kentang dari plastik untuk mengurangi efek dingin. “Tapi upaya ini tidak banyak berpengaruh terhadap dingin,” katanya.

Ia menambahkan, lahan kentang yang paling rentan terkena embun upas adalah lahan yang berada di cekungan atau lembah. Sementara lahan yang berada di lereng bukit, justru akan terhindar dari embun upas.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara, Dwi Atmadji mengatakan, Dinas sudah menghimbau petani agar mewaspadai fenomene embun upas. “Embun ini akan berdampak pada tanaman kentang yang berusia di bawah 70 hari, karena tidak tahan terhadap udara yang sangat dingin sehingga akan layu, membusuk, dan akhirnya mati,” katanya.

Ia meminta petani agar mengatur jadwal tanam agar tidak mengalami kerugian saat musim kemarau. Menurut dia, petani sebaiknya menanam tanaman kubis atau kol karena tanaman itu tahan terhadap embun upas.

Masih menurut Dwi, tahun lalu tercatat 25 hektare lahan tanaman kentang rusak. Sebelas hektare diantaranya bahkan dilaporkan puso dan tak bisa dipanen.

Analis Cuaca pada Stasiun Meteorologi dan Geofisika Cilacap, Teguh Wardoyo mengatakan, suhu di Dieng terbilang kasuistis dan tidak bisa diprediksi seperti daerah lain pada umumnya. “Karena ini termasuk daerah yang tinggi, kemungkinan adanya salju cukup terbuka. Tapi kemungkinan itu kecil kalau di Dieng,” katanya.

Ia sendiri belum pernah meneliti secara khusus perilaku suhu di Dieng. Metode analsis suhu dan cuaca di BMKG sendiri tak secara khusus menganalisa dan memprediksi suhu di Dieng.

Menurut dia, fenomene di Dieng hanya merupakan pembekuan embun yang biasa terjadi pada suhu sekitar 18-19 derajat celcius. “Kalau sampai membeku, kemungkinan bisa dibawah nol,” kata dia menambahkan.

0 komentar:

Posting Komentar