Jumat, 24 Agustus 2012

Mengenal Komunitas WPAP Banyumas

PURWOKERTO – Meski jarum jam sudah menunjukan pukul 01.30, Jumat (17/8) dini hari, Ellen tampak masih bersemangat. Berbaju terusan warna putih, ia terlihat menikmati betul momen demi momen. Menuju detik-detik HUT Kemerdekaan RI ke-67, ia bersama puluhan pemuda dari Komunitas Wedha’s Pop Art Portrait (WPAPBanyumas, ikut memasang wajah pahlawan asli Wong Banyumas atau biasa disebut pahlawan ngapakers.

 


“Ibu cukup terenyuh, anak-anak muda zaman sekarang ternyata masih peduli dan mau mengingat pahlawannya,” ujar Ellen, saat berbindang dengan Merdeka, Jumat pagi.

 

Ia adalah salah satu dari anak Brigjen Encung, salah satu pahlawan dari Banyumas. Brigjen Encung sendiri dulunya merupakan komandan Tentara Pelajar saat mengusir penjajah Belanda di Banyumas.

 

Namanya kini diabadikan menjadi sebuah nama jalan di kota Purwokerto. Seperti nama-nama pahlawan asal kota keripik mendoan itu, Brigjen Encung seringkali dilupakan oleh anak muda zaman sekarang.

 

Untuk memperingati, HUT RI ke-67 itulah, Komunitas Wedha’s Pop Art Portrait (WPAP) Purwokerto memasang wajah pahlawan ngapakers di sejumlah lokasi. Sekumpulan anak muda yang ingin melawan lupa akan sejarah ini, mengadakan pameran publik wajah pahlawan lokal Banyumas. “Potret wajah pahlawan kami sajikan dalam bentuk seni WPAP, sebuah seni rupa asli Indonesia yang masuk dalam kategori pop art,” kata Koordinator Pameran bertajuk “Cara Kami Mengenang Sejarah”, Wahyu Pujo Mulyono di sela-sela pemasangan baliho berwajah pahlawan itu.

 

 

Ia mengatakan, dalam kegiatan itu, sembilan tokoh asli Banyumas atau biasa disebut dengan pahlawan ngapakers, akan dipajang gambarnya di 18 titik di kota Purwokerto.  Para tokoh tersebut adalah : Jenderal Soedirman, Jenderal Gatot Subroto, Jenderal R. Suprapto, Jenderal Soesilo Sudarman, Soepardjo Rustam, Brigjen Entjung, R. Sutedja, Dr. Angka, R. Wirjaatmaja.  Gambar para tokoh tersebut akan di pajang masing masing di setiap jalan yang memakai nama para tokoh tersebut sebagai nama jalan.  Selain itu, sembilan tokok tersebut juga akan dipajang di Taman Kota Andhang Pangrenan.

 

Ia menambahkan, gambar yang akan dipajang adalah gambar potret para tokoh tersebut yang diolah dengan menggunakan teknik WPAP.  WPAP adalah salah satu seni rupa modern asli Indonesia.  Gambar-gambar tersebut adalah karya asli komunitas WPAP Purwokerto.

 

Pemasangan gambar WPAP sembilan tokoh Banyumas tersebut adalah dalam rangka peringatan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 67.  Selain itu, gelar karya ini adalah sebagai bagian dari ajang pendirian komunitasWPAP Banyumas.

 

Hanya saja, kata Wahyu, ia prihatin dengan tanggapan pemerintah setempat. “Untuk mengurus ijin pameran saja kami dipersulit, padahal kegiatan kami murni bantingan dan tidak ada sponsor,” katanya.

 

Ia heran, padahal tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memperkenalkan pahlawan Banyumas ke masyarakat yang seharusnya menjadi tugas pemerintah. Ke depan, ia berharap pemerintah memberikan ruang seluas-luasnya bagi anak muda untuk mengembangkan kreatifitasnya.

 

Pegiat WPAP Banyumas, Barlianto Danajati yang juga pemain perkusi Band Lodse mengatakan, selama ini tokoh kelahiranBanyumas seperti Sudirman, Supardjo Rustam, dan Gatot Subroto adalah tokoh nasional yang mudah diingat dan tersebar luas informasinya.  “Bahkan di hampir setiap kota, nama para tokoh ini digunakan sebagai nama jalan, umumnya jalan protocol,” katanya.

 

Hanya saja, kata dia, masyarakat Banyumas masih merasa asing dengan tokoh pahlawan lain seperti Brigjen Entjung, R. Sutedja, Dr. Angka dan R. Wirjaatmaja. Padahal, nama mereka juga dijadikan nama jalan di Purwokerto. Selain itu, sumbangan perjuangan mereka untuk republik juga tak kecil.  Menurut dia, para tokoh kelahiran Banyumas ini adalah tokoh dengan kontribusi yag sangat besar bagi kemerdekaan dan tumbuhnya harga diri Bangsa Indonesia.  Mereka ini sekaliber Jenderal Soedirman dan lain-lain.

 

Sebut saja dr. Gumbreg dan dr. Angka.  Meraka adalah para tokoh turut berperan sangat penting dalam pendirian Budi Utomo, bersama dr. Wahidin dan teman-temannya.  Atau R Wirjaatmaja yang berperan sebagai pendiri bank pertama di Indonesia untuk rakyat kecil, yang saat ini menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia yaitu Bank Rakyat Indonesia.  “Sementara R. Sutedja, seorang komponis yang punya andil dalam pendirian RRI,” kata dia menambahkan.

 

Ia menyebutkan, pahlawan tersebut saat ini semakin terlupakan bersama sejarah yang mereka ciptakan.  Jangankan berbagai peristiwa penting yang tidak akan terjadi tanpa kehadiran mereka, bahkan namanyapun menjadi sangat asing bagi kita. “Sebut saja dr Angka, sangat jarang dari kita yag mengetahui bahwa Angka adalah singkatan dari Anggoro Kasih,” katanya.

 

Pegiat WPAP Purwokerto lainnya, Dhani Armanto mengatakan, kepedulian masyarakat terhadap nilai sejarah sudah semakin luntur. “Begitu sulit menemukan sumber terpercaya dan kuat yang dapat menjelaskan peranan mereka dalam merintis dan mengisi kemerdekaan yang saat ini kita rasakan,” katanya.

 

Ia mengatakan, berbagai upaya telah mereka lakukan untuk mendapatkan foto dan sekelumit biografi para tokoh ini.  Hasilnya sangat mengecewakan.  Bahkan berbagai sumber resmipun tidak memiliki arsip foto maupun biografi putra-putra terbaik yang dilahirkan dari Banyumas.

 

Sementara mencari di internet, kata dia, ternyata hanya mampu menyediakan informasi yang sangat terbatas.  “Ironis dan menyakitkan bukan ? Tidak heran, semakin banyak orang yang merasa bahwa kemerdekaan kita adalah hadiah cuma-cuma, dan kemudian dengan seenaknya memberi pintu lebar-lebar bagi penjajahan gaya baru saat ini,” kata dia menambahkan.

 

Untuk mendapatkan bahan dan informasi yang memadai mengenai para tokoh Banyumas ini, kata dia, mereka harus merunut garis keturunan mereka.  Bahkan ironisnya, hanya untuk mengetahui kelahiran dan umur mereka, mereka harus menyusuri makam tokoh itu. Ia juga meminta maaf karena tokoh ngapakers lain seperti  dr. Gumbreg, Komisaris Bambang Suprapto, Kolonel Imam (Eks TP), SK Trimurti dan lain-lain tidak bisa ikut dipamerkan karena tidak menemukan sumber foto aslinya. “Lain kali akan kami cari lagi, penelusuran sejarah ini akan terus kami lakukan,” kata dia menambahkan.

 

Koordinator Komunitas WPAP Banyumas, Erditya Daerstri Wiwobo mengatakan, pameran ini sekaligus merupakan peluncuran Komunitas WPAP Banyumas. “Komunitas WPAP Banyumas telah ditunjuk sebagai representasi komunitas WPAP untuk wilayah Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap,” katanya.

 

Ia menambahkan, komunitas anak muda ini adalah komunitas yang berkarya bukan sekedar untuk keindahan yang tegas dari karya-karyanya, tetapi untuk berkontribusi pada menguatnya solidaritas kebangsaan dan merosotnya identitas nasional yang semakin luntur saat ini.

 

Secara garis besar WPAP adalah gaya ilustrasi potret manusia (biasanya figur-figur terkenal) yang menggunakan bidang datar marak warna tanpa garis lengkung yang membentuk dimensi sosok objek.

 

Proses penemuan aliran seni rupa ini dimulai sekitar tahun 1990-1991.  Saat itu, Wedha mengilustrasikan wajah manusia sebagai kumpulan bidang-bidang datar yang dibentuk oleh garis-garis. Memasuki tahun 2007, beberapa orang kenalan berhasil meyakinkan Wedha bahwa mereka sampai sekarang masih menyukai dan merasa kangen dengan tampilnya lagi karya yang pada mulanya beliau beri nama Foto Marak Berkotak itu.

 

Puncaknya terjadi pada 22 Juni 2007, di mana waktu itu seorang ketua jurusan DKV Universitas Multimedia Nusantara bernama Gumelar yang sengaja ditemui Wedha, mengatakan bahwa dia baru kali ini melihat karya semacam karya Wedha; dan melabelkan gaya ini sebagai gaya Wedha.  Sejak saat itulah Wedha mulai bersemangat untuk menyebarluaskan karya dan cara pembuatan WPAP ini. Sampai akhirnya pada tahun 2009 lahirlah Komunitas WPAP atau lebih dikenal sebagai WPAPCommunity, yang ternyata digemari dan digilai oleh banyak sekali ilustrator ataupun desainer di Indonesia, serta menyemangati mereka untuk semakin banyak lagi membuat karya WPAP.

 

Karya-karya WPAP berawal dari ilustrasi majalah telah berkembang pesat saat ini.  Sejak tahun 2010 hinggi 2012, karyaWPAP selalu menghiasi acara Java Jazz Festival.  Pada acara ini karya berbagai seniman WPAP ikut dipamerkan dan dijual.   Selain itu sejak beberapa tahun terakhir ini WPAP juga berpartisipasi dalam Jakarta Clothing, Jakarta Biennale (pameran di Taman Ayodya pada tahun 2011 lalu), diliput berbagai media nasional dan juga internasional, di antaranya pernah dipamerkan di Bremen oleh PPI Bremen dan juga disiarkan keberadaannya melalui Radio PPI Dunia (

www.radioppidunia.org).  Selain itu, WPAP juga mulai dikenal dan ditawarkan sebagai karya yang layak dikoleksi di negara-negara Amerika Latin dan Rumania (melalui komunitas komik di sana). Pada tahun 2012 ini, WPAP melalui Satu Indonesia melakukan pameran dan pembelajaran teknik pembuatan di 12 kota di Indonesia (walaupun sebenarnya jika kita searching di youtube akan ada link tutorial pembuatan WPAP).

 

Karya-karya WPAP dapat dinikmati melalui website:

wpapcommunity.com. Komunitas ini juga semakin mengukuhkan dirinya sebagai komunitas yang peduli dengan nasionalisme di mana mereka juga membuat berbagai karya pop art atas berbagai kesenian Indonesia seperti Tari Pendet (Bali), Tari Piring (Minangkabau), serta wajah para Kepala Suku di Papua, dll yang membuat kita semakin mencintai Indonesia dengan berbagai sentuhan warna yang semarak. 

Aris Andrianto

2 komentar:

  1. walah... sudah ada toh, komunitas wpap mbanyumas. ayo bikin event dong.... aku diajak yo mas bro...

    BalasHapus
  2. ayo buruan pada Gabung...biar cpat...skalian komunitas desain grafisnya juga...!!!

    BalasHapus