PURWOKERTO - Dugaan kasus korupsi yang ditangani
Kejaksaan Negeri Purwokerto berimbas pada penetapan Uang Kuliah Tunggal di
Universitas Jenderal Soedirman. Hingga saat ini, pembahasan antara rektorat
dengan mahasiswa yang diwakili Save Soedirman belum menemukan titik temu.
“Perundingannya cukup alot, rektor belum mau
menurunkan nominal UKT,” kata juru bicara Save Soedirman, Akhmad Sucipto, Kamis (21/2).
Ia mengatakan, rektorat tetap bersikukuh agar
nominal UKT rata-rata mencapai Rp 3,6 juta. Sementara, kata dia, dari
perhitungan mahasiswa UKT seharusnya dipatok pada harga Rp 2,6 juta.
Molornya pembahasan ini berimbas pada proses
perkuliahan. Soalnya, kata dia, kegiatan belajar mengajar seharusnya akan
dimaulai pada 4 Maret. Mahasiswa juga harus mengisi Kartu Rencana Studi agar bisa meneruskan perkuliahan. “Saat ini
seharusnya mahasiswa sudah harus membayar uang perkuliahan, tapi tidak bisa
karena pembahasan UKT belum selesai,” kata dia.
Pembahasan UKT merupakan kelanjutan aksi mahasiswa
yang tergabung dalam Save Soedirman pada 17 Desember 2012. Mereka menolak
besaran nominal UKT karena dinilai terlalu mahal. "Sampai sekarang,
nominal UKT untuk angkatan 2012, masih belum ditetapkan. Janjinya, dulu kan
rektor mau merivisi," kata dia.
Dengan molornya penetepan UKT, maka mahasiswa
angkatan 2012 terancam tidak bisa kuliah karena belum membayar UKT. Hal itu
didasarkan pada PP No 66 tahun 2010, tentang pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan yang dipakai Unsoed.
Masih menurut Akhmad, dari dasar PP tersebut, Unsoed selalu mengimplementasikan bahwa
mahasiswa disuruh membayar terlebih dulu uang UKT, baru kemudian kuliah. "Kenyataannya,
mahasiswa angkatan 2012, sampai saat ini masih bingung bisa kuliah apa tidak.
Sebab, mereka belum tahu kejelasan nominal UKT, dan kemarin juga sempat ada
permasalahan KRS, dimana sistem informasi akedemik untuk mengisi KRS tidak bisa
diakses. Padahal sudah waktunya mengisi KRS," katanya.
Selain itu, para aktivis di Save Soedirman juga
mendapat pengaduan dari sekitar 600 mahasiswa angkatan 2012, bahwa mereka
keberatan dengan nominal UKT terdahulu yang berkisar Rp 2,4 juta sampai dengan
Rp 15 juta. "Save Soedirman sendiri sudah mengirim data yang keberatan
kepada rektor," kata Munirah Dinayanti, Kordinator Save Soedirman.
Munirah mengatakan, jika UKT versi lama diberlakukan
berpotensi terjadi mark up dan korupsi. Mereka menemukan adanya anggaran ganda
terhadap penghitungan UKT tersebut.
Ia mengaku heran, biaya operasional perkuliahan
semua dibebankan kepada mahasiswa melalui UKT tersebut. Menurut dia, jika semua
mahasiswa seluruhnya membayar UKT, maka dana yang terkumpul dari mahasiswa bisa
mencapai Rp 130 miliar. “Padahal kebutuhan pembelajaran di Unsoed hanya
membutuhkan Rp 91 miliar,” kata dia menambahkan.
Salah satu mahasiswa angkatan 2012, Ati Vidianti
mengatakan, dirinya belum membayar UKT karena belum ditetapkan oleh rektor. “Ini
kami harus bagaimana?” kata dia mempertanyakan.
Saat dikonfirmasi di sela-sela pemeriksaan dugaan
kasus korupsi Unsoed-PT Aneka Tambang, Pembantu Rektor II Unsoed, Eko Haryanto
mengatakan, pembahasan UKT dengan mahasiswa memang belum selesai. “Masih
dilakukan pembahasan,” katanya.
Ia berharap pembahasan segera selesai. Eko juga
berjanji akan transparan kepada mahasiswa terkait penggunaan dana UKT tersebut.
“Saya yakin, semua mahasiswa bisa membayar UKT,” katanya.
0 komentar:
Posting Komentar