Rabu, 06 Maret 2013

Para Pandhita kehilangan Cermin


Pabuaran, 5 Maret 2013
Oleh: Dhani Armanto
Alumni Unsoed

Para pandhita kehilangan cermin bagi diri dan keberaniannya.  Aku kelupaan nengok spion.

Sepertinya kita memang didik untuk menjadi koruptor. Dan sepertinya orang-orang yang menggembar-gemborkan masalah korupsi adalah orang-orang jahat dan tidak kebagian jatah.  Mereka yang mempermasalahkan korupsi adalah orang-orang yang tidak tahu diri.

Ini yang aku dapat dari sedikit nguping dalam sebuah diskusi kecil mengenai kasus korupsi di almamaterku.  Ada adik-adik dan beberapa teman yang aku kenal didalam diskusi ini.  Mereka orang-orang yang baik yang menurutku lebih maju dari sebagian besar orang dengan titel yang panjang.  Malang, mata dan pikiran awamku begitu tertatih mencoba memahami isi obrolan cerdas mereka.

Mereka sedang berdiskusi bagaimana mengawal masalah kasus korupsi kampus Soedirman agar berjalan dengan elegan dan konstruktif.  Yah, ini kasus yang besar.  Bukan sekedar karena nominalnya yang sampai miliaran rupiah saja, tetapi karena melibatkan perusahaan besar sekelas PT. ANTAM dan pejabat sampai ke Rektor Unsoed.

Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik dengan masalah ini, jujur saja masih banyak masalahku sendiri yang belum selesai.  Tapi ketika obrolan teman-teman sampai ke bagian tentang bagaimana respon yang muncul di kalangan internal kampus, aku menjadi terkesima.  Betapa tidak, kalangan kampus menilai kasus ini sebagai musibah, kecelakaan dalam manajemen pembagian “jatah” sebuah proyek.  Ini hanya sekedar masalah kecemburuan.  Dan nggak ada yang salah sebenarnya.

Semakin terkejut aku ketika mendengar bahwa menurut para dosen dan karyawan, masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan internal kampus.  Masalah ini menjadi besar ketika ada segelintir orang yang tidak suka dan menjelek-jelekan Unsoed.   Ini bukan sekedar pikiran sedikit orang di kampuslho…ini pikiran cukup banyak orang, termasuk beberapa penjabat tinggi universitas dan fakultas.  Beramai-ramai mereka melakukan pembelaan.
Lha kok kaya kuweh pikirane ? Inyong hora mudheng babar blas… Logika apaan ini ? Sebuah kasus korupsi terang-terangan sudah terungkap, tetapi kok malah dianggap para pengungkap yang salah ? Lha wong kasus anas saja, orang-orang ramai menagih acara penggantungannya di monas, kok ini malah pengen didiamkan ? Ini dunia kampus lho, tempatnya para pandhita mengajar calon pemimpin bangsa ini… Aneh….

Teman-temanku yang sedang berdiskusi juga sebenarnya heran dengan situasi yang berkembang ini.  Sampai kemudian beberapa penjelasan mulai muncul. (Ini baru namanya diskusi, pikirku..hehehe).  Para peneliti dan pengabdi masyarakat dikampus sering bercerita tentang bagaimana mengotak-atik nota dan laporan.  Bukan apa-apa, sebagian dana penelitian dan pengabdian masyarakat kerap kali di potong dalam jumlah yang bervariasi.  Padahal mereka harus memberikan tanda terima dan laporan penggunaan anggaran sesuai dengan dana yang dialokasikan tanpa potongan.  Dan para peneliti dan pengabdi masyarakat yang baik ini tidak mengeluh apa lagi ambil pusing tentang sah atau tidak, untuk apa dan oleh siapa dana potongan itu digunakan.  Jadilah kebiasaan membuat nota dan kuitansi fiktif menjadi hal yang dimaklumi dan wajar.  Ini hal yang wajar dan sudah berjalan bertahun-tahun menjadi tradisi. 

Bukan hanya dana penelitian dan pengabdian masyarakat semata yang disunat.  Seringkali teman-teman di Unit Kegiatan Mahasiswa mengalami hal yang sama.  Pengadaan perlengkapan kegiatan mahasiswa dengan nilai yang lebih rendah dari kuitansi pembayarannya, spesifikasi dan kualitas alat atau bangunan dibawah standar rencana anggaran dan macam-macam lagi.  Hal semacam ini dianggap wajar demi pengumpulan uang untuk “kepentingan bersama” entah apa itu; karena anggaran dari pemerintah yang terbatas, entah berapa pun itu… Nah, dengan situasi tradisi semacam ini, maka wajar kasus korupsi dana CSR PT. ANTAM oleh sebagaian pejabat Unsoed dianggap sebagai kasus yang “tidak salah” dan kasus internal.

“Berarti ini persekongkolan jahat untuk menggarong uang negara ?”  “Semacam korupsi berjamaah ?”  “Memangnya tidak ada orang bersih di dalam kampus ini ?” Seorang teman bertanya dengangemesnya.
Sebenarnya ada, bukan satu-dua orang.  Hanya saja mereka memilih diam.  Bayangkan, lingkungan kampus adalah lingkungan yang kecil.  Mereka bertemu hampir setiap hari.  Keluarga mereka saling mengenal.  Mereka berteman dan akrab.  Mereka berada dalam satu korps.  Berhari berbulan dan bertahun-tahun.  Sebagian anak-anak dan keluarga mereka yang berkuliah di Unsoed diajar oleh teman-temannya sendiri.  Lalu bagaimana kita berharap para orang baik ini berani bersuara menentang teman-temannya sendiri bertahun-tahun…?  Untuk apa bersusah payah membuat risiko bagi diri dan kehidupannya yang sudah mapan ?

“Lalu bagaimana kasus ini bisa naik ke permukaan ?” “Apakah ada orang baik yang rela berkorban ?”,  aku iseng-iseng bertanya.  Ada banyak jawaban dari teman-teman, tetapi kesimpulanku, tentang orang baik atau tidak, itu menjadi sulit untuk dinilai.  Tetapi ada beberapa hal yang membuat kasus ini dan upaya pengawalannya menjadi sulit.  Ada banyak isu, mulai dari isu kelompok yang ingin mengganti rektor; pengusaha yang ingin proyeknya bisa berjalan karena sebelumnya ditentang; sampai masalah beberapa wartawan sampah yang ngobyek sana sini.  “Ooooh orang itu, setahuku diamah udah sampah sejak dari tampangnya”, ujarku dalam hati hehehe.

Hari semakin uzur, dan dini hari menjelang.  Aku hanya bisa merenung dan memutar lagi ingatan.  Sepertinya kali ini aku adalah bagian dari masalah.  Tadinya, semua itu aku anggap baik-baik saja dan tidak melanggar hukum.  Tenyata sesuatu yang biasa bukan berarti sesuatu yang benar.

Sedih dan malu rasanya.  Bertambah sedih saat mendengar teman-teman yang berbaik hati mengambil risiko untuk membersihkan kampus ini mendapat tuduhan yang buruk.  Mereka dianggap orang yang menjelekkan almamaternya sendiri.

Hadeeew, situasi kompleks penuh dilema ini bukan hal yang mudah dicerna oleh otakku yang terbatas.  Aku hanya bisa memberikan penghormatan kepada teman-temanku yang penuh semangat membersihkan kampus ini.  Sekaligus penghargaan kepada para tersangka, semoga segala kejadian ini bisa memberikan momentum bagi pembersihan yang lebih dalam dan sistemik.  Bukan sekedar memberikan bahan bagi perbaikan sistem untuk mempercanggih teknik utak atik anggaran dan keuangan untuk kepentingan kroni.

Semoga akan lahir keberanian untuk membersihkan kampus ini sampai ke mentalnya.  Kasihan pak Dirman.

Semoga rumah para pandhita ini bisa kembali suci, agar para cantriknya bisa berproses dengan didikan kebenaran,  keberanian yang murah dan berkualitas.  Agar terlahir para sarjana yang jujur dan berani.  Agar semakin baik negeri ini nantinya.

0 komentar:

Posting Komentar